Sudah
hampir tengah malam tapi saya masih berputar-putar mencari makan di
kota Kediri. Waktu tak terasa begitu cepat berlalu, padahal rasanya baru
sebentar saya mampir ke Gua Maria Pohsarang. Lama sekali saya tak
berkeliling di kota ini, jalan-jalan yang saya lewati masih terasa sama
seperti dulu. Melewat jalan Panglima Sudirman mata saya kecantol akan
lampu dari sebuah sign board yang menyala terang menampilkan
wajah seorang pria memakai blangkon dengan tulisan Pak Siboen. Makan
sate ayam malam-malam kayanya ide yang menarik pikir saya, segera saya
parkir mobil saya di seberang warung makan Sate Ayam Ponorogo Pak
Siboen.
Warung
sate pak Siboen sudah ada semenjak tahun 1937, warung yang buka 24 jam
ini dikelola oleh generasi ke 3 dari pak Siboen dengan manajemen yang
lebih modern. Masuk ke dalam ruangan warung ini terlihat beberapa
keluarga yang sedang makan sambil mengobrol dengan asik. Ruangan disini
cukup besar dan rapi, hampir seluruh permukaan tembok dilapisi dengan
ubin sehingga tampak cling. Di dinding terpasang papan menu cukup besar
yang menampilkan menu-menu yang tersedia disini beserta informasi untuk
kerjasama waralaba. Warung sate pak Siboen ini memang cukup ternama dan
memiliki banyak cabang yang tersebar, tidak sedikit artis dan para
pejabat ibu kota yang pernah mampir makan disini.
Menu
sate ayam daging, garang asem ayam dan nasi putih menjadi pilihan saya.
Alasan saya memilih nasi ketimbang lontong adalah karena nasi lebih
nendang di perut, maklum perut saya ini Indonesia banget belum kenyang
kalau tanpa nasi. Dengan segera pesanan saya sudah tersaji di atas meja,
mari kita coba satu persatu. Sate ayamnya terasa empuk tidak alot sama
sekali
http://wisatakuliner.com/kuliner/images/stories/tempat_mkn/kediri/sate_p.siboen/sate%20pak%20siboen4.jpgpadahal yang digunakan adalah ayam kampung yang cenderung alot,
membakarnya pun secara tepat tidak banyak bagian yang gosong. Dicampur
dengan bumbu kacang, kecap, sambel dan irisan bawang merah menambah
kepuasan rasa saat memakannya. Sedangkan garang asemnya diolah dari sisa
daging ayam yang masih menempel di tulang ayam, bagus juga idenya
menurut saya, daripada terbuang percuma lebih baik diolah lagi menjadi
sesuatu yang bisa menghasilkan. Rasa garang asem ayamnya sendiri lumayan
asam-asam segar, namun harus pintar-pintar memisahkan antara tulang dan
daging ayamnya.
Sambil
menikmati makan malam saya asik memperhatikan pasangan muda disamping
meja saya, dimana cowoknya dengan rewel dan manja meminta agar ceweknya
menyingkirkan sambel yang tercampur di bumbu kacangnya. Sungguh
pemandangan yang sangat lucu melihat tingkah polah cowok yang sudah
cukup dewasa namun tidak doyan sambal sedikitpun. Selesai sudah makan
malam saya, kelucuan yang saya lihat menemani makan malam akan menjadi
kenangan yang mengingatkan saya akan sate Pak Siboen ini. Sekarang
kembali lagi melaksanakan kewajiban saya di belakang setir mobil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar